JAKARTA. Meski sudah masuk ke Indonesia sejak zaman kolonial Belanda,
produk asuransi di negeri ini masih belum populer di mayoritas
masyarakat. Memiliki atau membeli asuransi bagi kebanyakan masyarakat
Indonesia kadang dinilai sebagai hal tabu dan dianggap sebagai
pemborosan. “Belum pasti kapan sakit dan mati, untuk apa keluar uang
sejak sekarang?” begitu celetukan yang kerap kita dengar.
Di mata para pelaku industri asuransi, sedikitnya masyarakat yang
telah “melek” asuransi kerap dituding sebagai biang penyebab belum ngetopnya produk asuransi di sini. Jangankan asuransi, produk perbankan saja belum semua masyarakat mengaksesnya.
Aset industri asuransi hingga September 2012 lalu baru Rp 322,2
triliun. Masih jauh ketimbang aset perbankan nasional yang telah
mencapai Rp 4.262,59 triliun.
Kurang tertariknya sebagian golongan masyarakat melindungi diri
dengan asuransi, tidaklah bijak jika dinilai sebagai tanda bahwa
masyarakat masih kuno. Toh, tak ada seorang pun memiliki hak mutlak
menyeragamkan dan menstandarkan tentang “apa yang baik” untuk kita,
bukan?
Namun, di negeri yang tidak menyediakan perlindungan kesehatan bagi
warga negara secara maksimal, kehadiran sistem jaminan sosial kesehatan
adalah wajib. Apalagi program ini sudah menjadi amanat konstitusi. Hal
itu, semoga saja bisa terealisasi sesuai harapan dengan pemberlakuan
BPJS tahun depan.
Tapi, tentu saja, keputusan akhir mengenai perlu tidaknya asuransi
berada sepenuhnya pada Anda. Yang jelas, meski dalam perencanaan
keuangan, proteksi disarankan demi meminimalkan risiko pencapaian tujuan
keuangan, pembelian polis harus dihitung cermat. “Kalau tidak butuh,
ya, tidak perlu beli,” kata Pandji Harsanto, perencana keuangan Fin-Ally
Planning & Consulting.
Anda punya hak utama untuk memutuskan. Jadi, jangan cuma karena takut disebut kuno, lantas sembarangan beli asuransi, ya!
Sumber : Majalah Kontan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar